Terganjal PP 99, Napi Narkoba Frustasi

"Sejak PP 99 itu keluar, bisa dikatakan sulit atau tidak ada peluang narapidana mendapatkan remisi apalagi pembebasan bersyarat, makanya narapidana kasus narkoba sangat rentan frustasi," kata Hensah Kalapas Ketapang.

20161031_151916
Kepala Lapas Kelas II B Ketapang, Hensah saat diwawancara awak media.

KETAPANGNEWS.COM-Kepala Lapas Kelas II B Ketapang, Hensah berharap agar pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyrakatan. Menurutnya terbitnya PP 99 tersebut membuat narapidana kasus narkoba yang divonis 5 tahun keatas menjadi frustasi.

“Sejak PP 99 itu keluar, bisa dikatakan sulit atau tidak ada peluang narapidana mendapatkan remisi apalagi pembebasan bersyarat, makanya narapidana kasus narkoba sangat rentan frustasi,” katanya  kepada wartawan, Kamis (3/11).

Hensah megatakan, para narapidana kasus narkoba yang hukumannya di atas 5 tahun, menjadi frustasi lantaran hak mereka sebagai warga binaan seolah dibatasi dengan keluarnya PP 99 tersebut. Sehingga ketika mereka berkelakuan baikpun mereka tidak bisa mendapatkan remisi.

“Padahal dalam peraturan yang lebih tinggi pada Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang pemasyarakatan jelas dikatakan setiap warga binaan yang berkelakuan baik berhak mendapatkan remisi,.Tapi keluarnya PP 99 Tahun 2012 memberikan stigma kalau para narapidana kasus narkoba tidak bisa berubah dan memupus harapan napi kasus narkoba khususnya untuk mendapatkan remisi,” jelasnya.

Ia mengungkapkan,terlebih untuk mendapatkan remisi sesuai PP 99 Tahun 2012, para narapidana kasus narkoba yang hukumannya di atas 5 tahun penjara harus bisa memenuhi dua syarat jika ingin mendapatkan remisi. Yang mana syarat pertamanya napi harus membayar biaya subsider yang mana untuk kasus perkara narkoba biaya subsider tidak ada yang dibawah Rp 1 Miliar.

“Bagaimana mungkin mereka mendapatkan uang subsider yang begitu besar, tentu itu hal mustahil,” ungkapnya.

Kemudian syarat kedua para napi narkoba tersebut harus mendapatkan surat keterangan Justice Collaborator (JC) atau surat keterangan bersedi membantu membongkar kasus dan penyelidikan penegak hukum yang mana surat keterangan JC tersebut dikeluarkan oleh pihak penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan atau BNN.

“Masalahnya sepengetahuan saya selama saya di Ketapang, belum pernah surat permohonan JC dikabulkan pihak terkait, namun walaupun napi bersedi membuat surat pernyataan JC untuk disampaikan ke pihak terkait, namun pihak terkait menolak memberikan surat keterangan JC sepanjang sepengetahuan saya dan itu menutup peluang narapidana narkoba mendapatkan remisi,” terangnya.

Hensah menambahkan, akibat PP 99 Tahun 2012 tersebut, selain membuat para napi frustasi, imbasnya kekondusifan Lembaga Permasyrakatan (LP) terancam, termasuk di Ketapang sendiri. Ia menjelaskan jumlah napi narkoba di Lapas Kelas II B Ketapang mencapai 40 persen dari total napi sekitar 300 lebih.

“Bahayanya bagi kita, di Ketapang atau di Lapas lain jumlah napi narkoba makin banyak, ini yang sangat rawan terhadap gangguan keamanan Lapas, kalau kita tidak pandai-pandai berkomunikasi atau berjanji bukan tidak mungkin terjadi konflik di dalam Lapas, sebab contoh sudah banyak seperti konflik di Lapas Pontianak, di Medan yang mungkin salah satu faktor penyebabnya dari imbas frustasinya napi yang tidak mendapatkan remisi akibat PP 99 ini,” ujarnya.

Ia menuturkan, apalagi di Lapas Ketapang sendiri sarana dan prasarana sangat tidak ideal mulai dari bangunan yang tidak standar, minimnya sipir yang tentu juga menjadi kekhawatiran terjadinya konflik di internal Lapas dari imbas PP 99 Tahun 2012 tersebut. (dra)

Leave a Reply

Your email address will not be published.