
KETAPANGNEWS.COM – International Animal Rescue (IAR) Indonesia bekerja sama dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) SKW I Ketapang berhasil melakukan translokasi dua individu orangutan (Pongo pygmaeus) induk dan anak dari Desa Tempurukan, Kecamatan Muara Pawan, Kabupaten Ketapang ke Hutan Sentap kancang di Kecamatan Muara Pawan, Kamis (12/4) kemarin
Menurut informasi dari warga sekitar Desa Tempurukan, sejak tahun 2013 individu orangutan ini sempat terlihat masuk keperkebunan warga. Menanggap laporan warga kala itu, tim mitra desa yang dibentuk oleh IAR Indonesia di Desa Tempurukan telah memulai melakukan penghalauan untuk mengurangi resiko konflik. Seiring berjalannya waktu, perjumpaan warga dengan orangutan ini semakin meningkat akibat terjadinya perubahan fungsi lahan dan kebakaran lahan yang menyebabkan akses orangutan ini ke hutan tempat asalnya menjadi terputus.
Menindaklanjuti kondisi ini, tim Orangutan Protection Unit (OPU) IAR Indonesia melakukan kajian lebih dalam terkait dengan orangutan dan kondisi hutan dan lahan di sekitar Desa Tempurukan dan Kalibaru.
“Berdasarkan hasil kajian tim OPU, orangutan ini berada dalam kawasan yang terfragmentasi dan terisolir. Jarak antara orangutan ini dan hutan juga cukup jauh serta banyak aktivitas masyarakat di sekitar orangutan ini,” ujar Manager OPU IAR Indonesia, Catur Senin ( 16/4).
“Jumlah makanan pun dilaporkan hanya sedikit sehingga potensi orangutan ini turun ke kebun warga cukup besar,” tambahnya lagi
Untuk mengindari hal-hal yang tidak diinginkan. IAR Indonesia dan BKSDA Kalimantan Barat sepakat untuk melakukan translokasi induk dan anak orangutan yang diberi nama Mama Ris dan Baby Riska ini.
Tim patroli OPU yang bertugas mengawasi orangutan ini sempat kehilangan jejak orangutan sehingga kegiatan translokasi sempat ditunda.
“Tanggal 11 April tim kami berhasil menemukan jejak orangutan dan keesokan harinya kami dengan tim medis IAR dan rekan-rekan dari BKSDA Kalbar melakukan translokasi orangutan ini,” jelas Catur lagi.
Kegiatan translokasi ini dimulai dari pagi dan berjalan dengan lancar. Untuk alasan keselamatan tim translokasi dan orangutan ini sendiri, tim medis melakukan pembiusan dengan senapan bius terlebih dulu. Setelah induk orangutan dalam pengaruh obat bius, tim translokasi bergerak cepat menangkap induk anak ini dengan jaring dan tim medis melakukan pemeriksaan. Dari hasil pemeriksaan oleh tim medis IAR, diketahui kondisi induk dan anak orangutan ini dalam kondisi yang sehat.
Karena kondisi orangutan yang normal dan sehat keduanya langsung ditranslokasikan ke dalam kawasan Hutan Sentap Kancang dengan pertimbangan bahwa pertimbangan bahwa orangutan tersebut juga berasal dari kawasan lanskap Kawasan Hutan Sentap Kacang. Karena terkendala dengan akses jalan yang sulit, tim menggunakan traktor untuk membawa kandang orangutan dan dilanjutkan berjalan kaki menuju titik pelepasan.
“Pertengahan bulan lalu kami juga melakukan translokasi orangutan di kawasan Taman Nasional Gunung Palung. Dalam banyak hal, kasus ini sangat mirip. Hutan yang terdegradasi dan terfragmentasi membuat perjumpaan manusia denga orangutan menjadi lebih sering. Ini artinya kemungkinan terjadinya konflik lebih besar,” ujar Direktur Program IAR Indonesia, Karmele L. Sanchez.
Menurutnya, kalau sampai terjadi konflik, baik warga maupun orangutan akan mendapat kerugian. Translokasi semacam ini hanyalah solusi sementara karena tidak menjamin kasus serupa akan berulang lagi. Solusi sebenarnya adalah bagaimana kita beserta semua warga masyarakat dan semua pemangku kepentingan termasuk pihak pemerindah dan perusahaan bekerja sama menghentikan deforestasi dan degradasi lahan.
“Harapan kami adalah warga masyarakat dan orangutan dapat hidup berdampingan tanpa saling menganggu,” harapnya.
Sementara itu Kepala BKSDA Kalbar, Sadtata Noor, menyatakan bahwa kasus semacam ini bukan cuma tanggungjawab sektor kehutanan maupun mitra yang khusus menangani satwa liar dilindungi.
Ia mengatakan, semakin meningkatnya konflik satwa liar dan manusia saat ini seharusnya sudah cukup membuat kita lebih sadar. Ini sudah urusan semua pihak semua sektor terutama yg memanfaatkan lahan sebagai core bisnisnya.
“Sudah terjadi kerusakan yang masif terhadap habitat satwa. Sudah saatnya kita bereskan akar masalahnya bukan hanya sekedar menyelesaikan konflik demi konflik,” tutupnya.(Jay)