“TAN HANA DHARMA MANGRWA”

( Oleh ; Nugroho W. Sistanto)

Nugroho
Kabag Humpro Drs Nugroho W SIstanto.

KETAPANGNEWS.COM – Mungkin tidak ada salahnya penulis mengingatkan kembali kalimat diatas sebagai judul tulisan ini. Kalimat ini sebenarnya merupakan sambungan dari kalimat yang sudah menjadi semboyan bangsa kita ini yaitu Bhinneka Tunggal Ika.

Kalimat yang telah menjadi semboyan ini sudah sangat populer di masyarakat kita dan penulis yakin hampir seluruh warga bangsa kita yang berusia dewasa, bahkan yang hanya menamatkan pendidikannya di tingkat sekolah dasar saja tahu apa itu Bhinneka Tunggal Ika, meskipun dengan pengertian yang sederhana yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu.

Memaknai seperti itu ya tidak salah, karena pengertiannya juga kurang lebih sama apabila diartikan kata perkata. Bhinneka berarti “beraneka ragam” atau berbeda-beda. Kata neka dalam bahasa Sanskerta berarti “macam” dan menjadi pembentuk kata “aneka” dalam Bahasa Indonesia. Kata tunggal berarti “satu”. Kata Ika berarti “itu”. Secara harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan “Beraneka Satu Itu”, yang bermakna meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia tetap adalah satu kesatuan.

Sebenarnya dibelakang kalimat Bhinneka Tunggal Ika yang ada tertulis dalam Buku Sutasoma (Mpu Tantular) yang ditulis pada abad ke 14 masehi pada masa Kerajaan Majapahit ada kalimat dibekangnya yaitu Tan Hana Dharma Mangrwa. Jadi lengkapnya adalah Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Adapun arti per katanya adalah Tan (tidak) Hana (ada) dharma (kewajiban, aturan dan kebenaran), dan mangrwa (mendua), yang dimaknai tidak ada kewajiban, aturan. Kebenaran yang mendua.

Pada tulisan ini, penulis lebih memilih Dharma diartikan kewajiban. Kewajiban memiliki asal kata wajib. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia wajib memiliki arti harus dilakukan; tidak boleh tidak dilaksanakan. ( https://kbbi.web.id/wajib). Untuk sesuatu yang “ harus dilakukan” atau “ tidak boleh tidak dilaksanakan” perlu di-bhakti-kan. Oleh karena itu kita mengenal kata Dharmabakti dimana kata ini mengandung arti “perbuatan untuk berbakti”( kepada negara, agama dlsb) , atau biasa kita mengenal kata mendharma-baktikan yang memiliki arti mengabdikan, mempersembahkan. Untuk itu, tidak salah juga apabila ada yang mendefinisikan “tan hana dharma mangrwa” itu sebagai “tidak ada pengabdian yang mendua”.

Motto atau semboyan Tan Hana Dharma Mangrwa sebenarnya berlaku bagi semua anak bangsa di negeri ini, apakah itu dilingkungan organisasi pemerintah ataupun organisasi non pemerintah (non government organization), bahkan organisasi pemerintah yang sangat bergengsi yaitu Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), semboyan tersebut menjadi semboyan lembaganya, tentu dengan maksud dan harapan untuk mencetak pemimpin bangsa yang menyadari dan meyakini betul bahwa tidak ada pengabdian yang mendua dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Apabila merasa diri sebagai warga negara Republik Indonesia, negara yang harus diabdi bukan negara lain tetapi negara yang memiliki 4 pilar yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika itu sendiri.

Mengingat terbatasnya ruang pada penulisan ini, maka penulis akan membatasi hanya pada keterkaitan antara semboyan Tan Hana Dharma Mangrwa dilingkup organisasi pemerintah, dan lebih dipersempit lagi pada Pegawai Negeri Sipil (PNS) atau Aparatur Sipil Negara (ASN). Inipun akan penulis persempit lagi pada Aparatur Sipil Negara di Daerah, daerah inipun dalam pengertian kabupaten bukan propinsi, karena penulis juga tinggal di daerah kabupaten. Sebagaimana penulis singgung diatas, penulis juga lebih memilih mengartikan Dharma sebagai pengabdian.

Pemerintah Daerah dalam hal ini pemerintah kabupaten dipimpin oleh Kepala Daerah yaitu Bupati dan Wakil Bupati. Bupati dan Wakil Bupati dipilih melalui mekanisme Pemilukada dengan masa jabatan 5 tahun, dan bisa dipilih kembali untuk masa jabatan 5 tahun kedua.

Kepala Daerah sebagaimana tahapan-tahapan yang telah diatur dalam ketentuan undang-undang, harus memiliki visi dan misi sebagai sesuatu yang akan menjadi pegangan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang akan dipimpinnya. Apabila terpilih, dinyatakan menang dalam Pemilukada maka visi dan misi ini akan masuk dalam RPJM daerah tersebut dan wajib untuk dilaksanakan.

Terkait dengan Bupati/ Wakil Bupati terpilih untuk mewujudkan visi dan misi tentu tidak dapat melakukannya sendiri. Satuan-satuan Kerja Perangkat Daerah yang dibentuk akan menentukan dalam pencapaian visi dan misi tersebut. Untuk itu, tidak boleh ada satupun lembaga tersebut yang tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan oleh “ Sang Leader” yaitu Kepala Daerah itu sendiri, tidak ada satupun satuan perangkat daerah yang tidak menuju lurus kedepan mencapai visi dan misi, dan gerak maju ini harus serentak dan bersinergis, harus dipastikan bahwa tidak ada pengabdian yang mendua, sebab dharma yang mengrwa pasti akan mengganggu pencapaian tujuan bahkan akan menggagalkan pencapain tujuan.

Penulis adalah Kabag Humas dan Protokol Setda Ketapang

Leave a Reply

Your email address will not be published.